Selasa, 20 September 2011

PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR TURUT BERPERAN CIPTAKAN KESELAMATAN JALAN

(Jakarta, 12/9/201) ”Profesi penguji kendaraan bermotor itu seperti dokter, tanggung jawabnya besar. Kalau ada kecelakaan lalulintas, penguji kendaraan bermotor turut bertanggungjawab. Bisa jadi karena kendaraan tersebut sebenarnya tidak laik jalan, tetapi oleh petugas diloloskan. Hal seperti ini seharusnya sudah tidak terjadi lagi. Hal tersebut diungkapkan  Dirjen Perhubungan Darat Suroyo Alimoeso, menyampaikan ketika membuka acara Pemilihan Penguji Kendaraan Bermotor Teladan tingkat Nasional Tahun 2011 di Kantor Kementerian Perhubungan, Senin (12/9).

Suroyo mengatakan para penguji kendaran bermotor dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan teknologi otomotif dan memiliki kompetensi yang berkualitas. Dirinya juga menambahkan, “Paling tidak seorang penguji kendaraan bermotor harus bisa membedakan mana ban yang masih pabrikan dan mana yang vulkanisiran.” Dalam menghadapi kemajuan teknologi otomotif yang semakin canggih, kita harus mengembangkan potensi yang ada, seperti mengembangkan sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta regulasi. Saat ini pemerintah telah memiliki tempat pengembangan SDM di bidang Pengujian Kendaraan Bermotor STTD Bekasi, BP2TD-Tegal dan Bali, BPLJSKB Bekasi dan UPT Pengujian Kendaraan Bermotor di masing-masing Kabupaten/Kota.

Sementara itu Direktur LLAJ Sudirman Lambali, ketika memberikan paparan pada kegiatan tersebut, menyampaikan, “Kedepan, buku uji akan diganti dengan smartcard. Seluruh data-data mengenai kendaraan bermotor tersebut akan disimpan dalam smartcard dan di tempat pengujian akan disediakan alat pemindai smartcard reader dengan teknologi Radio Frequency Identification (RFID). Tentunya setiap penguji kendaraan bermotor akan diberikan pelatihan untuk mengoperasikan teknologi tersebut.”

Berdasarkan UU 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, pengujian berkala kendaraan bermotor dapat dilaksanakan oleh bengkel APM atau swasta. Hal ini bertujuan untuk menciptakan iklim kompetisi yang sehat dan untuk meningkatkan profesionalisme. Dengan demikian masyarakat akan memiliki pilihan untuk menguji kendaraannya, oleh sebab itu unit pengujian pemerintah harus meningkatkan kualitas pelayanan dan profesionalisme agar tetap dipercaya masyarakat.

Suroyo menambahkan, “Pengujian kendaraan bermotor harus mengutamakan pelayanan bukan birokrasi.” Berdasarkan kecakapannya, Penguji Kendaraan Bermotor disertifikasi dan diberikan kewenangan oleh negara. Kewenangan tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan karena menyangkut keselamatan, kelestarian lingkungan hidup dan pelayanan kepada masyarakat. (CAS)

Rabu, 14 September 2011

Optimalisasi pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan bukanlah pekerjaan mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan mengingat pembaharuan tersebut menyangkut pelbagai aspek yang telah membudaya dalam lingkaran birokrasi pemerintahan. Solusi untuk melaksanakan optimalisasi pelayanan publik di butuhkan perubahan melalui adopsi dan inovasi program,. Didasarkan pengalaman bahwa berbagai inovasi dalam pelayanan publik yang telah berhasil di praktekan adalah penerapan kontrak pelayanan (Citizen Charter), peningkatan mutu dan kualitas pelayanan melalui Sistem Manajemen Mutu Terpadu ( Total Qualitiy Managemen ), penggunaan tehnologi dan informasi ( E Government) serta kemitraan dengan pihak di luar pemerintahan / swasta ( Public -Private Patnership).
           Meskipun di dalam UU No 25 tenntang pelayan publik secara ekplisit tidak mengatur bentuk-bentuk inovasi-inovasi yang berhasil dipraktekkan oleh berbagai daerah dalam peningkatan pelayanan publik, namun secara substansi pelaksanaan dari UU yang terkait dengan  penyelenggarana pelayanan publik  misalnya tentang kerja Sama Penyelenggara dengan Pihak Lain dalam pemberian Pelayanan publik, Pengakomodasian hak dan kewajiban dalam pelayanan , Penekanan perlunya Standart Pelayanan dan  maklumat Pelayanan , serta Pentingnya Dukungan Sistim Informasi dalam Pelayanan  dan peran sertanya  Masyarakat sudah mampu diadopsi dalam bentuk-bentuk inovasi dalam pelayan publik tersebut. Untuk itu terobosan-terobosan positif berkenaan dengan inovasi yang dilakukan daerah tersebut haruslah diakomodasi oleh peratuan. Jangan sampai kemudian peraturan nantinya kemudian mematikan mempersempit ruang gerak inovasi dan terobosan-terobosan yang telah terbukti berhasil dicapai oleh daerah

Selasa, 13 September 2011


Keselamatan merupakan salah satu prinsip dasar
penyelenggaraan transportasi1. Di Indonesia, prinsip ini
seringkali tidak sejalan dengan apa yang terjadi di lapangan.
Hal ini dapat diindikasikan dengan semakin meningkatnya
jumlah dan fatalitas korban kecelakaan. Berdasarkan
laporan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Republik
Indonesia, pada tahun 2010 jumlah kematian akibat
kecelakaan telah mencapai 31.234 jiwa2, yang artinya dalam
setiap 1 jam terdapat sekitar 3 – 4 orang meninggal akibat
kecelakaan lalu lintas jalan.
Secara nasional, kerugian akibat kecelakaan lalu lintas jalan
diperkirakan mencapai 2,9 – 3,1 % dari total PDB Indonesia.
Memperhatikan hal tersebut, keselamatan jalan sudah
sewajarnya menjadi prioritas nasional yang mendesak untuk
segera diperbaiki. Permasalahan keselamatan jalan tidak
hanya dihadapi dalam skala nasional saja, tetapi juga
menjadi masalah global. Setiap tahun, terdapat sekitar 1,3
juta jiwa meninggal akibat kecelakaan lalu lintas, atau lebih
dari 3.000 jiwa per harinya. Jika tidak ada langkah-langkah
penanganan yang segera dan efektif, diperkirakan korban
kecelakaan akan meningkat dua kali lipat setiap tahunnya.
World Health Organization (WHO) telah mempublikasikan
bahwa kematian akibat kecelakaan di jalan diperlakukan
sebagai salah satu penyakit tidak menular dengan jumlah
kematian tertinggi. Pada tahun 2030, kecelakaan lalu lintas
di jalan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian
nomor 5 (lima) di dunia setelah penyakit jantung, stroke,
paru-paru, dan infeksi saluran pernapasan. Menindaklanjuti
hal tersebut, pada Maret tahun 2010 Majelis Umum PBB
mendeklarasikan Decade of Action (DoA) for Road Safety
2011 – 2020 yang bertujuan untuk mengendalikan dan
mengurangi tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas
jalan secara global dengan meningkatkan kegiatan yang
dijalankan pada skala nasional, regional dan global.

Kamis, 08 September 2011

PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
(Sumber : Unit Teknologi Informatika Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat - Tegal)
Sistem pengujian kendaraan bermotor adalah salah satu sub system dari system transportasi jalan yang berperan sangat menentukan dalam mewujudkan suatu system transportasi jalan yang efisien. Tolok ukur efisiensi dimaksud antara lain mencakup pencapaian beberapa kriteria diantaranya sebagai berikut  :
  1. Biaya ( financial ).
  2. Waktu.
  3. Penghematan energy.
  4. Jaminan penyediaan kendaraan bermotor yang memenuhi standar yang disepakati baik dalam cakupan nasional, regional maupun internasional.
  5. Jaminan keselamatan penggunaan fasilitas kendaraan bermotor baik untuk manusia maupun barang.
  6. Proteksi dampak penggunaan kendaraan bermotor terhadap pencemaran lingkungan.
    Peran system pengujian dalam pencapaian criteria tersebut adalah sangat menentukan, walaupun dalam implementasinya akan menghadapai berbagai masalah yang sangat kompleks, karena memerlukan suatu penanganan yang terpadu dalam memastikan kelaikan jalan seluruh kendaraan bermotor secara berkesinambungan, sejak berada pada tahapan prototype desain, selanjutnya pada tahapan produksi dan kemudian pada tahapan operasional kendaraan bermotor.
    Secara teknis, keberhasilan peran sub system pengujian kendaraan bermotor dalam system transportasi jalan dapat dicerminkan melalui jaminan tersedianya kendaraan bermotor yang memenuhi standar-standar tertentu secara konsisten sepanjang masa operasional. Standar tersebut diantaranya meliputi standar keselamatan, standar proteksi terhadap pencemaran lingkungan dan standar kinerja efisiensi penggunaan energy.

    Sistem pengujian yang ideal pada akhirnya akan mewujudkan suatu kondisi system transportasi jalan sebagai berikut  :
  1. Meningkatnya efisiensi biaya transportasi yang berhubungan dengan mobilitas manusia dan barang.
  2. Minimalnya distorsi kelancaran lalu lintas jalan yang dikarenakan jaminan terhadap kelaikan jalan dari seluruh kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan.
  3. Mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh factor teknis kendaraan bermotor.
  4. Terkendalinya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor.
  5. Merangsang penggunaan bahan bakar yang aman bagi kesehatan dan lingkungan.
  6. Berkurangnya tingkat kecelakaan yang diakibatkan oleh factor teknis kendaraan bermotor.
  7. Tersosialisasinya criteria laik jalan pada penggunaan kendaraan bermotor di jalan.
  8. Rangsangan terhadap perkembangan teknologi kendaraan bermotor yang relevan terhadap standar kelaikan jalan yang ditentukan, dikarenakan tuntutan kebutuhan pasar dan regulasi yang berkembang secara dinamis.
  9. Berkembangnya system pengujian kendaraan bermotor yang sejalan dengan harmonisasi system pengujian kendaraan bermotor secara global.
    Idealnya, kualitas kelaikan jalan dan emisi gas buang kendaraan bermotor dapat diciptakan melalui 2 lembaga, yaitu  :
  1. Industri kendaraan bermotor dan komponennya yaitu melalui proses desain dan produksi.
  2. Lembaga perawatan kendaraan bermotor, melalui system perawatan yang berkesinambungan.
    Sedangkan fungsi lembaga pengujian kendaraan bermotor didalam konteks tersebut adalah berperan sebagai lembaga control yang mengendalikan sejauh mana jaminan kualitas kelaikan jalan dan emisi gas buang kendaraan bermotor yang diproduksi dan dirawat adalah sesuai dengan yang semestinya. Dimana didalam pelaksanaannya menggunakan acuan standar tertentu yang disepakati bersama baik dalam skala domestic, regional maupun global. Dalam pengertian tersebut standard adalah bahasa satu-satunya yang dapat mengakomodasikan kepentingan pihak-pihak yang terkait, seperti Pemerintah, industri otomotiv, bengkel perawatan / pemeliharaan, lembaga pengujian kendaraan bermotor dan pemilik kendaraan bermotor.
    Efektivitas fungsi kontrol melalui pengujian kendaraan bermotor terletak pada 3 (tiga) aspek penting, yaitu  :
  1. Peralatan uji yang support terhadap teknologi kendaraan bermotor sehingga mampu menilai performansi kendaraan bermotor.
  2. Tenaga penguji yang profesional yang adaptif terhadap perkembangan teknologi otomotif dan teknologi alat uji sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai seorang decision marker yang menetapkan sebuah kendaraan berada dalam kondisi laik jalan atau tidak.
  3. Mekanisme pelaksanaan uji yang efisien dan transparant sehingga memudahkan pemilik kendaraan bermotor untuk menguji kendaraannya serta memperoleh pelayanan yang optimal.
    Untuk menjaga profesionalisme penguji, maka penguji kendaraan bermotor dibagi dalam beberapa jenjang keahlian ( kompetensi ) dimana setiap jenjang kompetensi memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan kompetensinya. Kompetensi jenjang penguji kendaraan bermotor berdasarkan SK MENPAN No.150/KEP/M.PAN/11/2003, terdiri dari :
  1. Penguji Kendaraan Bermotor Pelaksana Pemula
  2. Penguji Kendaraan Bermotor Pelaksana
  3. Penguji Kendaraan Bermotor Pelaksana Lanjutan
  4. Penguji Kendaraan Bermotor Penyelia
    Penguji disini dimaksudkan petugas pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan  pengujian kendaraan bermotor (PKB), dan memiliki kemampuan dan tanda kualifikasi teknis penguji kendaraan bermotor dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (SK Dirjen Hubdat No. 177/AJ.108/DRJD/2001). Penguji Kendaraan Bermotor diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh Pejabat yang berwenang untuk melakukan tugas pengujian kendaraan bermotor. (SK MENPAN No.150 / KEP / M.PAN / 11 / 2003).
        Dalam Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat ada tujuh Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Penguji Pelaksana Pemula antara lain :
  • Etika Profesi
  • Dasar Hukum
  • Administrasi Pengujian Kendaraan Bermotor
  • Pengumpulan dan Pelaporan Hasil Uji
  • Teknik Menguji Kendaraan Bermotor
  • Menimbang Sumbu Kendaraan Bermotor
  • Teknik Kendaraan Bermotor

BEBAN ANGKUTAN BARANG DI JALAN DAN KERETA API BELUM SEIMBANG

BEBAN ANGKUTAN BARANG DI JALAN DAN KERETA API BELUM SEIMBANG  
  Beban jalan yang cukup tinggi untuk pengangkutan logistik nasional belum seimbang dengan penggunaan kereta api.  Saat ini, sekitar 90% angkutan barang diangkut melalui moda transportasi jalan. “Akibatnya adalah overloading dengan truk-truk besar memenuhi jalan sehingga jalan rusak dan akhirnya menghambat kelancaran arus logistik. Oleh karena itu, pengangkutan barang dengan kereta api harus dapat mengurangi beban jalan,” jelas Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono saat menjadi keynote speaker pada Seminar Kebijakan Sistem Transportasi Nasional Dalam Mendukung Kelancaran Distribusi Logistik di Indonesia di Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, Selasa (25/5).

Saat ini, Wamenhub mengakui bahwa angkutan barang melalui kereta api belum optimal. Namun, menurut Wamenhub, KA barang di Jawa berpotensi untuk tumbuh sebesar 47% setiap tahunnya selama 5 tahun ke depan, sedangkan di Sumatra pertumbuhannya diproyeksikan sebesar 26%.

Salah satu cara untuk mengoptimalkan jalur kereta api tersebut adalah dengan dibangunnya jalur ganda lintas utara Jawa, diantaranya adalah jalur Semarang-Surabaya. Wamenhub memaparkan pembangunan jalur ganda tersebut dimulai pada 2011 dengan perkiraan biaya Rp. 5,8 T dan rute sepanjang 280 km. Pembebasan lahannya mulai dilakukan pada 2011-2012.

Sementara itu, Wamenhub menambahkan, telah selesai dibangun jalur ganda 184 km dari rencana pembangunan sejauh 655 km di lintas selatan Jawa, yaitu Cirebon-Kroya sejauh 24 km dan Kutoarjo-Yogya-Solo sejauh 160 km.

Selain belum optimalnya kereta api untuk angkutan barang, infrastuktur pelabuhan juga belum memadai untuk menjamin kelancaran arus barang. Semua kendala infrastruktur tersebut menyebabkan rendahnya daya saing logistik Indonesia di kawasan Asia Pasifik dengan biaya logistik yang mencakup 25-30% dari Produk Domestik Bruto.  Sedangkan angka idealnya, Wamenhub menambahkan, adalah di bawah 10%.

Menurut Wamenhub, berdasarkan analisis untuk angkutan laut dan pelabuhan pada tahun 2030, lalu lintas kontainer akan terkonsentrasi di Jawa sedangkan lalu lintas pelabuhan di Kalimantan akan didominasi oleh distribusi batubara.

“Sedangkan pelabuhan di Sumatra akan menangani sebagian besar distribusi CPO,” papar Wamenhub. Berdasarkan analisis tersebut, Wamenhub juga menjelaskan Jawa memerlukan lahan sebesar 1,139 Ha untuk ekspansi pelabuhan.

Untuk kelancaran arus barang, saat ini di Indonesia terdapat 25 pelabuhan utama, 7 terminal khusus batubara dan CPO, 671 pelabuhan pengumpan, 260 pelabuhan pengumpul.