Minggu, 14 Agustus 2011

TINGKAT KECELAKAAN DI JALAN

Isu keselamatan di jalan raya menjadi topik hangat menyusul pernyataan Road Safety Associtation (RSA).Isu ini semakin menguat setelah Presiden Federasi Otomobil Internasional (FIA) Jean Todt dalam kunjungannya ke Indonesia mengeluarkan pernyataan yang membuat kita (orang Indonesia) seharusnya menghargai arti sebuah nyawa manusia.

Dalam wawancara khusus dengan Kompas, Todt menyebutkan di negara asalnya, Perancis, tidak pernah terjadi ritual tahunan sebanyak 49 orang tewas sia-sia per hari akibat kecelakaan lalu lintas seperti terjadi di Indonesia pada periode 12 hari arus mudik-balik Lebaran.

Pernyataan ini terasa seperti sebuah tamparan. Mengapa? karena yang bicara itu Todt dan bukan pejabat Indonesia. Todt menegaskan bahwa kematian akibat kecelakaan lalu lintas menjadi problem sosial yang mendesak untuk diatasi.
Data www.makeroadsafe.org menyebutkan, kecelakaan lalu lintas di seluruh dunia menelan 3.000 jiwa, termasuk 500 anak- anak, setiap hari. Setahun 1,2 juta orang tewas dan sedikitnya 50 juta orang cedera yang bisa cacat seumur hidup. Celakanya, 85 persen dari total kematian ini (96 persen anak-anak) yang terjadi di negara-negara dengan pendapatan menengah ke bawah.

Di Indonesia, contohnya, pada 2009 tercatat 57.726 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 18.205 orang tewas. Jika dibagi 365 hari, ada hampir 50 orang meninggal setiap hari. Woow! Mengerikan. Kata orang, nyawa di Indonesia itu nggak ada artinya.

Menurut Todt, keselamatan di jalan raya sudah menjadi perhatian FIA sejak lama. Saat FIA masih dipimpin Max Mosley, pebalap top F1 Michael Schumacher tampil sebagai duta keselamatan di jalan raya. Ia menegaskan, kecelakaan lalu lintas membunuh jumlah orang yang sama banyaknya dengan malaria dan tuberkulosis (TB), tetapi komunitas internasional masih belum juga segera menyadarinya.

Sebagian dari kematian itu terjadi akibat buruknya infrastruktur jalan yang ada di suatu negara, ujarnya. Saat mendengar pernyataan Todt ini, segera terbayang lubang-lubang besar di berbagai ruas jalan di Indonesia, apalagi musim hujan seperti sekarang ini.

Lalu sampai kapan keadaan seperti ini harus dibiarkan? Menunggu aksi pemerintah? Mungkin tahun ini, pasca mudik dan arus balik lebaran nanti, jumlah orang yang mati sia-sia di jalan raya semakin banyak.

Apa yang dilakukan Road Safety Associtation (RSA) yang meminta dukungan MUI untuk mengeluarkan fatwa haram, kalau naik motor tidak menggunakan helm, patut didukung.
Masalahnya, peraturan wajib menggunakan helm, terutama yang berstandar SNI masih banyak yang dilanggar, padahal peraturan itu sudah diatur dalam Undang Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), khususnya pasal 57 ayat 2 menegaskan bahwa setiap pengendara sepeda motor wajib memakai helm sesuai standar nasional Indonesia. Siapa saja yang melanggar aturan ini bisa dikenai sanksi kurungan maksimal satu bulan atau denda maksimal Rp 250 ribu.

"RSA meminta bantuan MUI agar turut mengajak para ulama menyebarluaskan keselamatan berkendara, termasuk bersepeda motor yang aman," ujar Rio Octaviano, ketua umum RSA, usai bertemu Sekretaris Jenderal MUI Ichwan Syam, di Jakarta, Jumat (19/2).

Menurut Rio, MUI diharapkan bisa mengeluarkan fatwa. "Posisi ulama sangat strategis selaku pemimpin informal di tengah masyarakat kita. Sebagai negara yang penduduknya muslim terbesar di dunia, ulama menjadi panutan umat. Sinergi RSA dan MUI diharapkan memperluas dan mempercepat guliran pesan keselamatan jalan di tengah masyarakat," ujarnya.

Ulama memegang peran penting untuk mengajak umat berkendara yang santun dan bersahabat di jalan. "Maklum, kecelakaan sudah sangat memprihatinkan," papar Edo Rusyanto, Kepala Litbang RSA.

Ia menambahkan, korban luka berat dan ringan lebih dari 250 ribu orang. "Rata-rata, selama 17 tahun terakhir, setiap hari ada 32 orang yang tewas sia-sia di jalan," ujar Edo. Ironisnya,mayoritas korban kecelakaan adalah para pengendara sepeda motor.

Bagi Ichwan Syam, pihaknya amat mendukung usulan RSA tentang keselamatan jalan. "Kita wellcome, silakan dikoordinasikan dengan para ulama dan kyai. Kami akan fasilitasi bisa dalam bentuk diskusi atau semiloka yang selanjutnya para ulama memasukkannya dalam khotbah mereka," ujar Ichwan.

Tentang fatwa haram tidak memakai helm saat bersepeda motor, Ichwan menyarankankan RSA membuat surat permintaan dengan menyandingkan alasan atau kajian dan data soal meruyaknya risiko berkendara tanpa helm. "Fatwa lahir dari kajian multi disiplin ilmu, MUI tak ingin fatwa menimbulkan kontro versi," ujarnya.

Edo menambahkan, selama ini, dari kajian yang ada bahwa pengendara sepeda motor yang korban tewas akibat kecelakaan jalan hampir 90%-nya akibat luka di kepala. "Itu menunjukkan mutlak memakai perlindungan helm yang berkualitas bagus," tegasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar